Selasa, 19 November 2013

Yogyakarta : Craft Carnival #3


Craft Carnival merupakan salah satu event craft yang ada di Jogja. Magic Finger Syndicate adalah penggagas dari acara ini. Acara yang baru menginjak tahun ketiga ini cukup menarik antusias para crafter dan penyuka handmade di Yogya dan sekitarnya seperti Solo terbukti dengan stand bazar yang dipenuhi oleh peserta dan para pengunjung yang datang dari kota tersebut.

Craft Carnival untuk tahun ini diadakan di Cafe Indiecology di daerah Sagan selama tiga hari berturut turut, dimulai dari hari Jum'at 15 November sampai dengan 17 November 2013. Selain bazaar produk handmade, Craft Carnival juga diisi dengan kegiatan berbagai macam workshop, saya pun merupakan salah satu pengisi workshop dengan tema membuat boneka Mogu (Monster Gurita). Live music beberapa band lokal pun ikut memeriahkan acara ini yang dibuka dari jam 2 siang sampai 10 malam.

Walaupun saya datang dalam dua hari, cuaca ternyata tidak begitu bersahabat, setiap hari hujan menemani acara ini, beberapa teman saya yang ikut dalam acara bazaarpun mengeluh tentang tempat karena harus pindah-pindah tempat karena atap bocor sehingga sedikit merasa tidak nyaman. Mungkin juga bisa menjadi bahan masukan bagi panitia CC untuk memilih tempat atau waktu yang lebih baik.

 

Craft Carnival


 Display salah satu pesesta bazaar

 



Saya suka lukisan cat airnya


 Danur dan Benang Kusutnya


 Suasana Craft Carnival 


Live Musik yang ikut memeriahkan acara Craft Carnival

Foto by Mulyana


Poster Craft Carnival #3

Senin, 18 November 2013

Workshop : Yono Mogus di Craft Carnival #3

Minggu 17 November 2013




Hari itu saya mengadakan workshop membuat boneka dengan tema Yono Mogus. Saya membuat tantangan bagi para peserta agar berimajinasi dalam segi bentuk dan mengembangkan teknik dalam membuat boneka. Disini yang dinilai bukan kerapihan tapi unik dan berani beda. Workshop ini dimaksud agar para peserta terlatih untuk menjadi beda, menikmati, mencintai apa yang dibuatnya dan jauh dari kesan copycat (penjiplak). Workshop dimulai sekitar pukul 3 sore lebih lambat dari yang dijadwalkan karena hujan yang turun cukup deras ketika itu.

Untuk tahap awal membuat boneka setelah mempersiapkan bahan, biasanya saya membuat sketsa terlebih dahulu, kemudian sketsa itu saya bikin  untuk membuat pola boneka, baik dibuat dengan mal diatas kertas terlebih dahulu atau langsung menggambar pola dikain. Teknik menjahit dalam membuat boneka yang biasa dan sering saya gunakan adalah teknik jelujur, tikam jejak, dan feston. Langkah awal biasanya saya membuat badan boneka, kemudian menjahit aksesoris atau detail boneka seperta mata, kumis dsb, sehingga boneka terlihat lebih menarik.

Pemenang dari workshop sesi pertama di Craft Carnival ini adalah Risa. Workshop membuat Yono Mogus akan dibuka kembali untuk tanggal 30 November sampai 1 Desember di Nafas Residensi. Jl. Ngadisuryan no.7 Yogyakarta.

 

 Sketsa Yono Mogus para peserta workshop


Workshop dilaksanakan di acara Craft Carnival #3 di Cafe Indiecology di daerah Sagan Yogyakarta


 Suasana Workshop


Seneng kalau ada anak yang berinteraksi dengan Yono Mogus


Peserta yang terlambat datang


Keep Smile

  

 Hasil workshop membuat boneka Yono Mogus

Terima kasih untuk para peserta workshop Mba Sinung yang pulang duluan, Risa Mar'atu Sholikhah, Nurul Latifah, Elya Nurul Aini, Farida Aprilia, Aniek dan para panitia Craft Carnival yang memberi kesempatan bagi saya untuk mengadakan workshop. Xoxo

Jumat, 15 November 2013

Studio Visit : Sony S

Minggu, 10 November 2013

Teman saya Jimmy Ong dari Singapura mengajak saya di hari minggu itu untuk pergi bersama teman-temannya Arahmaini dan Paskal untuk pergi ke Studi Sony S di daerah Magelang dekat Candi mendut. Saya hanya mengiyakan, karena biasanya hari minggu libur untuk kegiatan di Nafas Residensi. Jimmy menyewa satu mobil dan sopir. Kami pun berangkat sekitar pukul 9 pagi dari Yogyakarta dan tiba di daerah Candi Mendut sekitar pukul 11 siang. 

Perjalanan pertama kami ke tempat Pa Dedy Langgeng Art Fondation. Disana Bu Arahmaini bercerita tentang tempat itu dan pengembangan lahan yang direncanakan. Kemudian  dilanjut dengan makan siang dan berakhir di kediaman yang menyatu dengan studionya Mas Sony S dari Bali. Perjalanan cukup panjang, akan tetapi menyenangkan karena saya merasa dimanjakan dengan keindahan alam selama kami diperjalan. Terima kasih Jimmy buat perjalanan yang menyenangkan. :) 


Nemu karya Pa Tisna disini


Konon, Dulu tempat ini dijadikan tempat untuk bersemedia, cerita Bu Arahmaini.


Jalan batu yang dibangun untuk mempermudah orang berjalan menuju sungai



 Studio Mas Sony S

 

Mas Sony S yang sedang berkenalan dengan Yono Mogus


Pemandangan yang dilihat dari belakang studio Mas Sony yaitu sungai tempuran Elo Progo


Tampak depan studio Mas Sony

 

 Rumah-rumah kecil inipun kedepannya selain menjadi tempat residensi bisa menjadi tempat penginapan kedepannya

 

Suasana dalam ruangan rumah


it's beautiful day


Gerbang keluar masuk kediaman Mas Sony

Foto by Mulyana 

Studio Visit : Jumaldi Alfi

Yogyakarta, Senin 4 November 2013

Hari itu, Nala project manager program residensi di Nafas mengajak kami untuk berkunjung ke studio Jumaldi Alfi. Beliau merupakan seniman asal Padang yang menetap dan namanya cukup dikenal di dunia senirupa Indonesia, umurnya masih tergolong muda, kamipun memanggilnya abang bukan bapak ketika bertemu di SARANG salah satu galeri, studio dan tempat alternatif kegiatan dibidang seni yang dibuatnya. Saya pertama mengenal beliau ketika anak bungsunya mengadopsi salah satu Mogus yang dipamerkan di Kedai Kebun Forum Yogyakarta tahun lalu.

Seperti biasanya, awal perbincangan diawali dengan perkenalan kami sebagai seniman residensi, dan kemudian dilanjut dengan beberapa pertanyaan yang ingin diajukan. Bang Jumadi Alfipun dengan santai, diiringi isapan rokok mulai menceritakan pengalaman berkeseniannya selama ini.

Beliau bercerita bahwa menjadi seniman adalah salah satu pilihan hidupnya semasa kecil. Ketika itu Jumaldi Alfi kecil bertemu dan melihat kehidupan dari sesosok seniman yang kebetulan adalah tetangganya. Hidupnya terlihat santai dan sangat dinikmati, berkarya, berkebun, nogkrong, ibadah, semua dijalankan dengan suka cita. Keinginan menggapai cita-citanya dia kejar dengan bersekolah di SMSR, kemudian dilanjutkan di ISI Jogja jurusan Seni Lukis.

Perjalanan Jumaldi Alfi tidak semulus yang diharapkan, dan begitulah hidup sepertinya, banyak godaan, cobaan dan jalan yang tidak mulus seperti yang diharapkan, sempat beliau mengalami kejenuhan, tapi tekadnya untuk menjadi seniman dunia tetap dia jaga. Menjaga semangat berkesenian akhirnya  beliau dapat ketika melihat pengalaman salah satu teman seangkatannya dikuliah. Bang Alfi bercerita bahwa temannya yang beliau sebut ketika masuk kuliah tidak mempunyai skill yang baik di bidang seni, beberapa waktu kemudian skill keseniannya ternyata melebihi teman-teman lainnya karena rajin dan tekun dalam belajar. Kesimpulan dan inti yang beliau dapat adalah semua manusia jika mempunyai cita-cita dan mau usaha maka dia akan mendapatkannya. Beliau juga berkata kepada kami bagaimana kita harus menjadikan kekurangan menjadi kelebihan. Mempergunakan kesempatan yang datang dengan baik, bersiasat, mempunyai taktik dan sistem yang akhirnya dapat mempertahankan kita di dunia yang dicintai. 

Kebesarannya dalam dunia seni rupa ini pun saya sadari karena silaturahmi yang beliau bangun dengan baik. Bang Alfi pernah membuat komunitas Jendela bersama lima teman lainnya yang berasal dari Padang, dimana dia bisa share kekaryaan dan saling mensuport agar terus berkembang dan lebih maju, kepeduliannya sebagai putra rantau tidak bisa hilang untuk membantu saudara-saudauranya sedaerah. Itulah yang membuat saya kagum. Beliau mengatakan Seni Rupa Kontemporer yang  dia maksud bukan hanya seni yang bersifat objek, seperti artefak lukisan, atau patung yang kita lihat, akan tetapi proses dalam berkomunitas, membuat studio SARANG, membuat acara tentang senipun menjadi bagian dari berkeseniannya.

Satu hal lagi yang saya pelajari dari Bang Alfi. Karya yang menurut dia baik dan sukai itu tidak terlihat jelas dan langsung dapat dimengerti ketika melihat untuk pertama kalinya. Berharganya suatu karya bisa karena dia menyimpan sejarah dan cerita yang ada didalamnya, dan ketika dapat memahami dan mengetahui makna yang terkandung, maka kita akan tahu, betapa bernilainya suatu karya. Sambil melanjutkan cerita tentang karyanya seri Papan Tulis..

 

Studio SARANG


Pendopo SARANG

 

Beberapa Lukisan Pa Jumadi Alfi yang dipajang di SARANG


Susana SARANG lantai atas


Yono Mogus dan Jumaldi Alfi


Jumaldi Alfi, Hirzaq, Meor, Mulyana

Foto By Mulyana 

Selasa, 12 November 2013

Studio Visit : Agus Suwage

Jumat, 8 November 2013

Agus Suwage, siapa yang tidak mengenal, namanya sudah saya dengar ketika saya memutuskan untuk kuliah di jurusan seni rupa. Beberapa temanku bahkan mengidolakannya. Belum lagi ketika saya bekerja partime di Tobucil & Klabs. Owner sekaligus Foundernya Mba Tarlen merupakan orang yang cukup dekat dengannya.

Pa Agus menceritakan beberapa karya dimulai dari konsep, teknik, dan media, bahkan beliau menujukan cairan tembakau racikan sendiri yang sering dipakai untuk membuat karya seri cat air. Ketika kami berkunjungpun beliau sedang sibuk dengan persiapan karyanya untuk Bienalle Jogja yang tinggal menghitung hari.

Saya tertarik dengan karyanya berjudul Pink Swing Park yang sempat menjadi buah bibir dan kontroversi karena menampilkan model nude di karyanya yang dianggap tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Saya belum sempat mengobrol panjang karena merasa kesulitan. Pa Agus orangnya ramah, tapi beliau sepertinya tidak biasa mengawali pembicaraa, atau mungkin karena saya terlalu sering mendengar tentang beliau dan melihat karyanya, maka ketika bertatap muka langsung, itu menjadi suatu hal yang biasa. Beda halnya dengan teman residensiku dari Malaysia yang cukup antusias untuk bertanya.

Kadang saya berfikir dan membuat semacam buah pemikiran sendiri membandingkan seniman asli Jogja dengan seniman punya background cap Bandung (pernah study di Bandung), saya selalu merasakan ada batas, jarak pemisah, dan untuk menempuh atau istilahnya membuka pintu, saya harus mencari kunci terlebih dahulu. Beda halnya dengan seniman Jogja yang sering membuka lebar pintunya, sehingga tamupun tidak sungkan untuk masuk dan berkenalan dengan empu yang punya rumah.
 
 

Agus Suwage dan koleksi bukunya

 

Studi Agus Suwage


Rumah Agus Suwage tampak luar


Studio yang bertempat di depan rumah Agus Suwage


Agus Suwage dan Yono Mogus

Senin, 11 November 2013

Studio Visit : Hendra (Hehe) Harsono

Saya mengenal Hehe sapaan akrab Hendra Harsono pertama kali di Kedai Kebun Forum tahun lalu di pembukaan pamerannya Mogus World, dikenalkan oleh teman saya Nala. Kemudian saya mulai ngobrol dan mulai mencari tahu di mbah Google. Saya pun tertarik dan jatuh hati dengan artworknya yang detail dan full colour. Studio Visit ke Hendra (Hehe) Harsono merupakan salah satu agenda dari program residensi Nafas. 

Pria kelahiran 1984 ini menikah dengan Restu Ratna yang juga seniman dan dikaruniai seorang anak. Hehe juga membuat marchandise dengan brand AOCWORK dengan design lukisan dan sketsa karyanya. Untuk mengenal Hehe lebih jauh kamu bisa cek disini

 

 Yono Mogus dan koleksi buku-buku dan toysnya Hehe

 

 Studio Hehe

 

 Artwork berupa sketsanya Hehe


 Artwork on progress Hehe


 Karya Hehe dengan teknik Paper Mache


 Meor, Hehe, Octo, Saksi, Ah Loong


 Hehe dan Yono Mogus

 Foto by Mulyana

Rabu, 06 November 2013

Studio Visit : Krack

Kalau kamu suka sama seni grafis, ada tempat baru di Jogja namanya KRACK! Printmaking studio & Gallery tempatnya di Timur Lapangan Minggiran. Kamu bisa kenalan dengan Malcom, Moki ataupun Rudi. Mereka adalah para kuncen yang ada disana, bisa order barang, or tanya-tanya seputar printmaking atau hanya sekedar liat pameran yang ada di lantai dasar. Untuk info lebih lengkapnya kamu bisa cek webnya disini


Krack!


Krack! and Flags


Yang lagi nongkrong depan studio berdiri Octo, yang jongkok Mas Iyok, Rudi dan Moki


Bukanya sekitar jam 12 an lah


Tempat Workshop di lantai 2


Meja kaca


Yono Mogus dan Malcom


Foto by Mulyana