Senin 28 Oktober 2013
Perjalanan pertama studio visit bersama teman-teman residensi dari Malaysia dimulai dengan kempesnya ban motor yang saya bawa, haha, tapi semangat untuk bertemu dengan Nasirun salah satu seniman dari Jogja tetap terjaga, walaupun cuaca panas Jogja cukup membuat badan saya terus berkeringat dan sempat tersesat mencari alamat yang dituju.
Pagi itu saya dan teman-teman disambut oleh seorang pria gondrong, berkumis, dan jenggot panjang yang di buntut kuda, jenggotnya mengingatkan saya pada salah satu artis masyhur Indonesia Ahmad Dani. Beliau memperkenalkan diri sebagai Nasirun, sikap ramah dan senyum lebar menyambut kami membuat kesan pertama yang tidak terlupakan. Kamipun masuk kedalam rumahnya yang cukup besar dan dipenuhi dengan karya.
Kami duduk di ruang tengah dengan meja yang dipenuhi jamuan cemilan, biasa disuguhkan untuk tamu yang datang sepertinya. Tanpa basa basi, Pa Nasirun pun mulai bercerita tentang pengalaman berkesenian nya selama ini. Perbincangan kami cukup lama dan menarik, saya mulai merasakan dan memahami bagaimana beliau menjadi seniman baik, hebat, dan menjadi inspirasi bagi saya pribadi.
Melukis adalah bagian dari cara beliau bersyukur, maka ketika Tuhan memberikan bakat itu, maka dia akan menerimanya dengan sepenuh hati, memaksimalkan kekuatan dan mencari keberkahan didalamnya. Ketika kita sudah cinta, maka tidak akan pernah ada kata bosan, apalagi dibumbui dengan niat baik dan tulus. Beberapa kali saya dibuat merinding ketika kami diajak untuk berkeliling rumahnya dan beliau menceritakan karya-karyanya.
Hidupnya sangat sederhana, ketika merasa cukup maka yang dia lakukan adalah peduli dengan orang-orang sekitarnya. Berbagi, itu adalah kata yang saya ingat dan kagum terhadap beliau. Karena beliau berusaha yang terbaik untuk berbagi waktu dan apa yang dia dapat seperti titipan harta untuk diri sendiri, keluarga dan orang lain.
Musium adalah salah satu wujud dari kepedulian dia terhadap sesama, bangsa dan negara. Selain mengkoleksi karya seniman ternama dan lainnya untuk kepentingan pendidikan, beliau mengkoleksi berbagai jenis macam wayang, dari wayang kulit, beber, dll. Beliau pun bercerita banyak tentang karya yang didapat dengan susah payah, baik dengan uang pribadi atau sumbangan orang-orang dermawan.
Satu hal yang menarik dan malu sebenarnya untuk saya tanyakan adalah ketika dia pamit untuk pergi tidur siang. Beliau bercerita bahwa dia harus melakukannya untuk menemani anaknya di malam hari membuat karya atau sekedar mengobrol. Belau bercerita bahwa anaknya home schooling. Saya beranggapan kalau seorang anak mengikuti home schooling dia kemungkinan berkebutuhan khusus atau mempunyai bakat lebih dari anak biasa. Tapi yang jelas saya kagum kepada Pa Nasirun ketika dia melakukannya, yang mencerminkan tanggung jawab, kepedulian dan kecintaan seorang ayah kepada anaknya.
Terima kasih Pa Nasirun untuk cerita pengalaman dan tournya, semoga Pa Nasirun selalu dalam lindungan-Nya dan berkah yang melimpah.
Pa Nasirun dan Yono Mogus didepan halaman rumahnya
Salah satu karya Pa Nasirun. meja pun menjadai media untuk berkaya.
Koleksi wayang sekaligus menjadi karya Pa Nasirun
Karya Instalasi Pa Nasirun yang menjadi dipasang dirumahnya menjadi daya tarik tersendiri.
Salah satu pemandangan sudut di rumah Pa Nasirun
Pa Nasirun Artwork
Pa Nasirun Artwork
Gerbang menuju Musium Pa Nasirun
Beberapa lukisan yang dikoleksi Pa Nasirun
Inside the Musium
Patung-patung yang menghiasai kediaman dan musim diletakan dengan apik
Ah loong, Pak nasirun, Meor, Mulyana and Yono Mogus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar